Mengenal Almarhum Bastian Tito, Penulis Cerita Wiro Sableng

Mengenal Almarhum Bastian Tito, Penulis Cerita Wiro Sableng

Bastian Tito adalah seorang penulis cerita silat dan ayah dari artis Vino G. Bastian. Karyanya yang terkenal adalah Wiro Sableng. Kisah Wiro Sableng yang Beliau ciptakan sangat digemari banyak orang meski buku-bukunya tak dipajang di toko-toko buku terkemuka. Tiap jilid buku Wiro Sableng setebal antara 100-200 halaman, pada tahun 1990-an banyak dijual di pasar dan kios koran dengan harga sekitar Rp. 1000. Kisah Wiro Sableng, yang bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, juga telah pernah diangkat ke layar lebar serta sinetron televisi.

Penulis yang kelahiran 23 Agustus 1945 ini mulai menulis sejak kelas 3 SD dan mulai menerbitkan karyanya sejak 1964. Kemasan karya-karyanya yang sederhana tak terlalu jadi masalah, karena sebagai seorang pencerita, Bastian Tito sungguh menunjukkan kemampuan yang andal dan luar biasa. Setting cerita, alur, penokohan, dan cara penggambaran suasana dalam karya-karyanya sungguh kaya, menarik, dan khas. Pengembaraan Wiro yang melanlang buana mulai dari seantero Pulau Jawa, Madura, Bali, Sumatera, hingga ke negeri Cina dan Jepang, menegaskan penggalian bahan referensi yang cukup mendalam dari penulisnya.

Cara penggambaran Bastian Tito saat seorang tokoh muncul dalam sebuah momen peristiwa juga cukup menarik. Tanpa perlu secara langsung menyebut nama atau identitas seorang tokoh, seperti Wiro Sableng, Pangeran Matahari, Sinto Gendeng, Tua Gila, Kakek Segala Tahu, atau Dewa Tuak.  Bastian Tito justru lebih sering memunculkan seorang tokoh dengan ciri khas mereka dengan karakter yang kuat. Wiro misalnya digambarkan dengan pakaiannya yang serba putih dan agak kumal, sering garuk-garuk kepala, serta sikapnya yang konyol dan kocak.

Banyak filosofi universal yang termuat dalam kisah Wiro. Penggunaan angka 212  pada kapak yang Wiro gunakan dijelaskan dalam Episode Pertama "Empat Brewok Dari Goa Sanggreng", yang juga tertera di dada Wiro (Di episode 145. Lentera Iblis, Tato 212 ini untuk kemudian dihilangkan Kiai Gede Tapa Pamungkas ),  dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa dalam kehidupan selalu melekat hal-hal yang berpasangan, seperti senang-susah, menang-kalah, atau hidup-mati, tapi semuanya berasal dari dan akan kembali ke Yang Maha Satu.

Pencapaian kebahasaan (kesusastraan) Bastian Tito dalam karya-karyanya tak dapat dipandang sebelah mata. Selain cara penggambaran tokoh, cerita, dan suasana yang bernas, cerdas, dan merangsang imajinasi, Bastian Tito  juga memperkenalkan ungkapan-ungkapan khas berbau lokal dalam menuturkan peristiwa. Untuk menggambarkan durasi waktu, misalnya, kita akan cukup sering menemukan frasa “sepeminuman teh” atau “sepenanakan nasi” yang tak kita jumpai dalam karya penulis lainnya. Untuk jarak atau ukuran, misalnya, Bastian sering menggunakan “lima tombak” atau “tiga langkah”. Pencapaian kebahasaan yang khas semacam ini jelas akan sulit divisualisasikan ketika cerita silat Wiro Sableng ini diangkat ke layar kaca, sehingga kebanyakan para penggemar Wiro Sableng konon tidak terlalu menyukai versi televisinya.

Dalam menyelesaikan satu episode rata-rata menghabiskan waktu 3 minggu. Pengetikan dilakukan oleh Bastian Tito sendiri, untuk proses pengeditan dan penyelesaian buku dilakukan oleh asisten. Sekali menulis serial Pendekar 212, biasanya Bastian Tito menyelesaikan sekaligus langsung 2 sampai dengan 3 buku. Waktu penerbitan buku episode baru di pasaran tergantung stok cerita selanjutnya atau jumlah buku selanjutnya yang akan diterbitkan, jadi apabila mengalami keterlambatan berarti stok buku berikutnya sudah hampir habis sedangkan Beliau masih dalam proses menyelesaikan tulisannya. Apabila jumlah stok buku yang akan diterbitkan habis sedangkan Beliau masih dalam proses penulisan biasanya akan terjadi keterlambatan terbit lebih dari 2 sampai 3 bulan. Keterlambatan ini biasanya disebabkan lamanya waktu yang dihabiskan penulis untuk survei tempat-tempat yang dikunjungi demi kepentingan penulisan.

Untuk memperkuat dan menambah kualitas cerita, Bastian Tito langsung mengunjungi dan mensurvei tempat atau daerah yang akan ada di serial Pendekar 212. Untuk satu tempat biasanya membutuhkan waktu sampai 2 minggu sehingga Beliau  benar-benar bisa mengetahui adat, budaya, legenda maupun cerita-cerita masyarakat setempat dan dihubungkan dengan situasi, suasana alam dan keadaan di masa silam. Kemanapun Bastian Tito pergi selalu membawa alat perekam. Hal ini dilakukan untuk merekam semua yang dilihat dan didengar , jadi setiap apa yang dilihat maupun percakapan yang didengar  kadang dituangkan ke dalam bukunya, jadi tidak mengherankan apabila isi cerita, isi percakapan para tokoh, gaya bahasa serta gaya penulisannya terasa benar-benar hidup. Tentu saja semua itu harus disertai pula ilmu dan bakat yang memadai untuk menjadi seorang penulis yang handal.

Waktu senggangnya diisi dengani permainan catur, salah satu hal yang disukainya dari catur yaitu dimana bidaknya selalu berwarna hitam dan putih. Tentu saja waktu senggangnya utamanya dihabiskan untuk berkumpul, bercengkerama dan sesekali berekreasi bersama keluarga.

Bastian Tito meninggal dunia pada Senin 2 Januari 2006. Tanggal ini, jika kita tulis ke dalam bentuk angka maka akan tampak 2-1-2006. Lihat tiga digit angka dari sebelah kiri yang menunjuk angka 2-1-2. Mungkin ini suatu kebetulan atau takdir yang jelas sampai akhir hayat Beliau angka 212 akan tetap melekat pada dirinya.

Dari berbagai sumber

1 komentar:

  1. TI2.COM - Titanium Money Clip Board - Poker Chip Poker
    A new board for the poker chip poker chip, the premium titanium does titanium have nickel in it money 2020 edge titanium clip is made from titan metal an ultralight titanium crystal core. All titanium hammer the chips are fully functional, durable price of titanium

    BalasHapus

Gambar tema oleh andynwt. Diberdayakan oleh Blogger.